BANJIR NABI NUH (Bag 2)

Penggalian-penggalian di kota-kota ini mengungkap bahwa keempat kota ini telah dilanda sebuah banjir sekitar alaf ke-3 SM. Pertama, mari kita lihat penggalian-penggalian yang dilakukan di kota Ur.

Sisa-sisa tertua dari sebuah peradaban yang tersingkap dari peng-galian terdapat di kota Ur, yang kini telah berganti nama menjadi “Tell al Muqayyar”, berusia 7000 tahun SM. Sebagai situs dari salah satu per-adaban tertua, kota Ur telah menjadi wilayah hunian tempat silih ber-gantinya berbagai kebudayaan. Temuan arkeologis dari kota Ur memperlihatkan bahwa di sini per-adaban pernah terputus setelah terjadinya sebuah banjir dahsyat, dan kemudian peradaban-peradaban baru tampil. R. H. Hall dari British Mu-seum melakukan penggalian pertama di tempat ini. Leonard Woolley yang melakukan penggalian setelah Hall, menjadi pengawas penggalian yang secara kolektif dikelola oleh the British Museum dan University of Pennsylvania. Penggalian-penggalian yang dipimpin Woolley, yang ber-pengaruh di seluruh dunia, berlangsung dari 1922 sampai 1934. Penggalian-penggalian oleh Sir Woolley dilakukan di tengah padang pasir antara Baghdad dan Teluk Persia. Pendiri pertama kota Ur adalah kaum yang datang dari Mesopotamia Utara dan menyebut diri mereka “bangsa Ubaid.” Pada awalnya, penggalian itu dilakukan untuk meng-himpun informasi tentang mereka. Penggalian yang dilakukan Woolley digambarkan oleh seorang arkeolog Jerman, Werner Keller, sebagai berikut:

“Kuburan Raja-Raja Ur” begitu Woolley, dalam kegembiraan atas penemu-annya, menamakan makam para bangsawan Sumeria tersebut. Kehebatan kekuasaan mereka terungkap saat sekop para arkeolog mengenai sebuah tanggul sepanjang 50 kaki di sebelah selatan candi dan mengungkap deretan panjang pekuburan yang tertimbun. Kuburan-kuburan batu yang ditemu-kan benar-benar merupakan tempat penyimpanan harta, karena dipenuhi piala-piala mahal, beraneka kendi dan vas yang indah, barang becah belah dari perunggu, kepingan-kepingan mutiara, lapis lazuli, dan perak yang mengelilingi jasad-jasad yang telah menjadi debu. Harpa dan lira tersandar di dinding-dinding. “Hampir seketika” dia kemudian menulis dalam buku hariannya, “Penemuan-penemuan menegaskan kecurigaan-kecurigaan kami. Tepat di bawah lantai dari salah satu lubang kubur para raja, di bawah lapisan abu kayu, kami menemukan tablet-tablet tanah liat, yang dipenuhi huruf yang jauh lebih tua daripada tulisan pada kuburan. Melihat sifat dari tulisan, tablet-tablet tersebut kemungkinan dibuat sekitar tahun 3.000 SM. Berarti, mereka dua atau tiga abad lebih awal dari makam tersebut.” Lubang itu bertambah dalam. Tingkatan yang baru, dengan pecahan-pecah-an kendi, pot, dan mangkuk terus muncul.

Para ahli memperhatikan bahwa sisa tembikar itu secara mengejutkan tidak terlalu berubah; tampak serupa dengan yang ditemukan di pekuburan para raja. Karena itulah, sepertinya selama berabad-abad peradaban Sumeria tidak mengalami perubahan yang radikal. Mereka tentunya, menurut kesimpulan, telah mencapai tingkat perkembangan yang tinggi jauh lebih awal lagi.

Ketika beberapa hari kemudian, para pekerja berteriak, “Kita sampai di ting-kat dasar.” Woolley sendiri turun ke lantai lubang galian untuk memuaskan dirinya. Pikiran Woolley pertama kali, “Inilah dia akhirnya”. Lantai itu berupa pasir, jenis pasir murni yang hanya bisa didepositkan oleh air. Mereka memutuskan untuk terus menggali dan membuat lubang itu lebih dalam lagi. Sekop menggali semakin dalam dan semakin dalam: tiga kaki, enam kaki masih berupa lumpur murni. Tiba-tiba, pada kedalaman sepuluh kaki, lapisan lumpur terhenti sama mendadak dengan bermulanya. Di bawah deposit tanah liat setebal kurang lebih sepuluh kaki, mereka dikejutkan oleh bukti-bukti baru dari hunian manusia. Wujud dan kualitas dari tembikar tampak sangat berubah. Di sini, barang-barang tersebut dibuat dengan tangan. Sisa-sisa logam tak ditemukan di mana-mana. Peralatan primitif yang muncul terbuat dari pengerjaan dengan batu api. Ini mesti berasal dari Zaman Batu!

Banjir itulah penjelasan satu-satunya bagi besarnya deposit tanah liat di bawah bukit di kota Ur, yang dengan cukup jelas memisahkan dua masa kehidupan. Laut telah meninggalkan jejak-jejak yang tidak terpungkiri dalam bentuk sisa-sisa organisme laut kecil yang tersimpan dalam lumpur.4 Analisis mikroskopis mengungkapkan bahwa deposit tanah liat yang besar di bawah bukit di kota Ur telah terakumulasi sebagai akibat dari ba-njir teramat besar yang laksana melenyapkan peradaban Sumeria kuno. Epik tentang Gilgamesh dan cerita tentang Nuh tersatukan dengan lu-bang galian yang jauh di bawah gurun Mesopotamia.

Max Mallowan menuturkan pikiran-pikiran Leonard Woolley, yang menyatakan bahwa endapan masif sebesar itu dan terbentuk dalam suatu periode waktu hanya bisa terjadi karena bencana banjir yang sangat besar. Woolley juga menguraikan bahwa lapisan banjir yang memisahkan kota Sumeria di kota Ur dengan kota Al Ubaid yang penduduknya mengguna-kan tembikar yang dicat, sebagai sisa dari Banjir tersebut.5 Ini semua menunjukkan bahwa kota Ur adalah salah satu dari ber-bagai daerah yang terkena Banjir Nuh. Digambarkan oleh Werner Keller bahwa arti penting penggalian arkeologis di Mesopotamia adalah bahwa sisa-sisa kota di bawah lapisan berlumpur tersebut membuktikan pernah terjadinya banjir di tempat ini pada dahulu kala.6

Kota lain di Mesopotamia yang juga menyimpan jejak-jejak Banjir Nuh adalah kota Kish di Sumeria, yang saat ini dikenal sebagai “Tall Al Uhaimer”. Menurut sumber-sumber Sumeria kuno, kota ini merupakan “kedudukan dari dinasti ‘pascadiluvian’ yang pertama”.7 Kota Shuruppak di sebelah selatan Mesopotamia, yang saat ini ber-nama “Tall Far’ah” pun menyimpan jejak-jejak nyata dari banjir tersebut. Studi arkeologis yang dilakukan di kota ini dipimpin oleh Erich Schmidt dari Universitas Pennsylvania antara tahun 1922-1930. Penggalian-peng-galian ini mengungkapkan tiga lapisan hunian manusia dalam rentang waktu sejak masa prasejarah hingga dinasti Ur ketiga (2112-2004 SM). Temuan paling istimewa adalah reruntuhan rumah-rumah yang dibangun dengan baik, sekaligus dengan tablet-tablet bertulisan paku (cuneiform) tentang catatan administratif dan daftar kata-kata, yang mengindikasikan keberadaan suatu masyarakat yang telah maju pada akhir alaf ke-4 SM.8

Poin terpenting adalah dimengerti bahwa sebuah banjir besar telah terjadi di kota ini sekitar tahun 2900-3000 SM. Menurut catatan Mallo-wan, 4-5 meter di bawah tanah, Schmidt telah mencapai lapisan tanah kuning (dibentuk oleh banjir) yang berupa campuran tanah liat dan pasir. Lapisan ini lebih dekat ke lapisan datar daripada profil tumulus dan dapat teramati di seputar tumulus.… Schmidt memastikan bahwa lapisan yang terbentuk dari campuran tanah liat dan pasir ini, yang tersisa dari masa kerajaan kuno Cemdet Nasr, sebagai “pasir yang berasal dari dalam sungai” dan ini menghubungkannya dengan Banjir Nuh.9 Pada penggalian yang dilakukan di kota Shuruppak, ditemukan sisa-sisa banjir yang terjadi kurang lebih tahun 2900-3000 SM. Mungkin, kota Shuruppak terkena imbas dari banjir sebesar kota-kota lain.10

Tempat terakhir yang menunjukkan terjadinya banjir adalah
kota Erech di selatan kota Shuruppak yang kini dinamai “Tall al-Warka”. Di kota ini, sebagaimana di kota-kota yang lainnya, ditemukan lapisan ban-jir. Lapisan ini berjangka waktu antara 2900-3000 SM seperti yang lain.11 Sebagaimana diketahui, sungai Eufrat dan Tigris melintasi Mesopo-tamia dari ujung ke ujung. Tampaknya selama peristiwa itu, kedua sungai ini meluap, begitupun banyak sumber mata air lainnya, besar maupun kecil, dan ketika bersatu dengan air hujan, telah menyebabkan sebuah banjir yang dahsyat. Peristiwa itu digambarkan dalam Al Quran:

“Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata-mata air, maka bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan.” (QS. Al Qamar, 54:11-12)

Jika faktor-faktor penyebab banjir itu dibahas satu per satu, tampak-lah bahwa kesemuanya itu merupakan fenomena yang sangat alami. Adapun yang menjadikan peristiwa itu penuh mukjizat adalah karena kejadiannya bersamaan dan peringatan Nabi Nuh kepada kaumnya ten-tang bencana seperti itu terlebih dahulu. Pengujian terhadap bukti yang didapat dari kajian lengkap meng-ungkapkan bahwa daerah banjir membentang sekitar 160 km (lebar) dari timur ke barat, dan 600 km (panjang) dari utara ke selatan. Ini menunjuk-kan bahwa banjir tersebut menutupi seluruh daratan Mesopotamia. Jika kita uji urutan kota-kota Ur, Erech, Shuruppak, dan Kish yang menunjuk-kan jejak-jejak banjir Nuh, tampaklah bahwa kota-kota ini berada dalam satu garis sepanjang rute tersebut. Oleh karena itu, banjir tersebut pastilah telah melanda keempat kota ini dan daerah-daerah sekitarnya. Di sam-ping itu, harus dicatat bahwa pada sekitar 3.000 tahun SM, struktur geografis daratan Mesopotamia berbeda dengan kondisi sekarang. Pada masa itu, posisi sungai Eufrat terletak lebih ke timur dibandingkan de-ngan posisi saat ini; garis arus sungai itu sesuai dengan garis yang mele-wati kota Ur, Erech, Shuruppak, dan Kish. Dengan terbukanya “mata air di bumi dan di surga”, agaknya sungai Eufrat meluap menyebar sehingga merusak empat kota di atas.

Agama dan Kebudayaan yang Menyebutkan Banjir Nuh

Peristiwa Banjir Nuh tersebut disebarluaskan ke hampir semua ma-nusia melalui lisan para nabi yang menyampaikan agama yang hak, tetapi akhirnya menjadi legenda oleh berbagai kaum, dan kisah itu mengalami berbagai penambahan dan pengurangan dalam periwayatannya. Allah telah menyampaikan kisah tentang Banjir Nuh kepada manu-sia melalui para rasul dan kitab-kitab yang Dia turunkan kepada berbagai masyarakat agar hal itu menjadi peringatan atau permisalan. Namun, tiap masa kitab-kitab tersebut telah dirubah dari aslinya, dan penggambaran Banjir Nuh juga telah ditambahi unsur-unsur mitologis. Hanya Al Quran satu-satunya sumber yang secara mendasar sesuai dengan temuan-temu-an dan observasi empiris. Hal ini tidak lain karena Allah telah menjaga Al Quran dari perubahan, meski sebuah perubahan kecil sekalipun, maupun pengurangan. Sesuai isyarat Al Quran

“Kami telah dengan tanpa keragu-an menurunkan risalah, dan Kami dengan pasti akan menjaganya (dari pengurangan)” (QS. Al-Hijr, 15: 9),

Al Quran berada di bawah pengawas-an khusus Allah. Pada bagian akhir bab ini, kita akan melihat, bagaimana peristiwa Banjir Nuh digambarkan meski telah sangat berubah dalam berbagai ke-budayaan, serta dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Banjir Nabi Nuh dalam Perjanjian Lama

Kitab yang sebenarnya diwahyukan kepada Nabi Musa adalah Tau-rat. Nyaris tidak ada dari wahyu ini tersisa, dan kitab Injil “Pentateuch” (lima buku pertama dari kitab Perjanjian Lama), seiring perjalanan waktu, telah kehilangan hubungannya dengan wahyu yang asli. Bahkan kemudi-an sebagian besar isinya telah diubah oleh para rabbi Yahudi. Begitu pula, wahyu-wahyu yang dibawa nabi-nabi lain yang diutus kepada Bani Israil setelah Nabi Musa, mendapat perlakuan serupa dan sangat banyak per-ubahan. Kondisi inilah yang membuat kita menyebutnya sebagai “Penta-teuch yang Diubah” karena telah kehilangan hubungan dengan wahyu aslinya, dan menganggapnya sebagai karya manusia yang berupaya men-catat sejarah suku bangsanya, bukan sebagai sebuah kitab suci. Tidaklah mengherankan jika keadaan Pentateuch yang Diubah itu dan berbagai kontradiksi yang dikandungnya sangat tampak pada pemaparannya ten-tang kisah Nabi Nuh, meskipun mempunyai kesamaan dengan Al Quran dalam beberapa bagian. Menurut Perjanjian Lama, Tuhan berfirman kepada Nuh bahwa semua orang, kecuali mereka yang beriman, akan dihancurkan karena bumi telah penuh dengan berbagai kejahatan. Untuk menghadapi ini, Tuhan memerintahkan Musa membuat bahtera dan mengajarkan dengan rinci bagaimana mengerjakannya. Tuhan juga menyuruhnya membawa keluarganya, tiga orang anaknya, istri-istri mereka, sepasang dari setiap makhluk hidup, dan persediaan bahan pangan.

Tujuh hari kemudian, ketika tiba waktunya Banjir, semua sumber air dalam tanah memancar, pintu-pintu langit terbuka, dan sebuah banjir be-sar menenggelamkan segala sesuatu. Hal ini berlangsung selama empat puluh hari dan empat puluh malam. Bahtera Nuh melayari air yang menutupi semua pegunungan dan dataran tinggi. Mereka yang bersama Nuh selamat, sedang sisanya terseret air bah dan mati tenggelam. Hujan berhenti setelah terjadi banjir, yang berlangsung selama empat puluh hari empat puluh malam, dan air mulai surut 150 hari kemudian. Kemudian, pada hari ketujuh belas pada bulan ketujuh, kapal ter-sebut terdampar di pegunungan Ararat (Agri). Nuh mengirim seekor merpati untuk melihat apakah air telah benar-benar surut, dan ketika akhirnya merpati tersebut tidak kembali lagi, Nuh menyadari bahwa air telah surut seluruhnya. Tuhan memerintahkan mereka meninggalkan kapal dan menyebar ke seluruh penjuru bumi.

Salah satu kontradiksi pada kisah dalam Perjanjian Lama adalah: Se-telah uraian ini, dalam versi “Yahudi”, disebutkan bahwa Tuhan meme-rintahkan Nuh untuk membawa tujuh jantan dan betina dari setiap jenis hewan-hewan tersebut, yang disebut-Nya “bersih” dan hanya sepasang dari setiap jenis hewan-hewan tersebut yang disebut-Nya “tidak bersih”. Ini jelas bertentangan dengan teks di atas. Di samping itu, dalam Per-janjian Lama jangka waktu terjadinya banjir juga berbeda. Menurut versi Yahudi juga, peristiwa naiknya air terjadi selama empat puluh hari, se-dangkan berdasarkan orang-orang awam, dikatakan terjadi selama 150 hari.

Sebagian dari Perjanjian Lama yang menceritakan tentang banjir Nuh adalah sebagai berikut:

Berfirmanlah Allah kepada Nuh, “Aku telah memutuskan untuk mengakhiri hidup sebagian makhluk, sebab bumi telah penuh dengan kekerasan oleh mereka; jadi Aku akan memusnahkan mereka bersa-ma-sama dengan bumi. Buatlah bagimu perahu dari kayu gofir; ….

Sebab sesungguhnya, Aku akan mendatangkan air bah meliputi bumi untuk memusnahkan segala yang hidup dan bernyawa di kolong langit; segala yang ada di bumi akan mati binasa. Tetapi dengan eng-kau Aku akan mengadakan perjanjian-Ku, dan engkau akan masuk ke dalam bahtera itu: engkau bersama-sama dengan anakmu, dan istrimu, dan istri-istri anak-anakmu. Dan dari segala yang hidup, dari segala makhluk, dari semuanya haruslah engkau bawa satu pasang dalam bahtera itu, ….…Lalu Nuh melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintah-kan Allah kepadanya.” (Kejadian, 6: 13-22)

Dalam bulan ketujuh, pada hari yang ketujuh belas bulan itu, ter-kandaslah bahtera pada pegunungan Ararat. (Kejadian, 8:4)

Dari segala binatang yang tidak haram haruslah kauambil tujuh pa-sang, jantan dan betinanya, tetapi dari binatang yang haram satu pasang, jantan dan betinanya; juga dari burung-burung di udara tujuh pasang, jantan dan betina, supaya terpelihara hidup keturun-annya di seluruh bumi. (Kejadian, 7: 2-3)

Maka Kuadakan perjanjian-Ku dengan kamu, bahwa sejak ini tidak ada yang hidup yang akan dilenyapkan oleh air bah lagi, dan tidak ada lagi air bah untuk memusnahkan bumi.” (Kejadian, 9: 11)

Menurut Perjanjian Lama, sesuai dengan pernyataan bahwa “semua makhluk di dunia akan mati” dalam sebuah banjir yang menggenangi seluruh permukaan bumi, maka seluruh manusia dihukum, dan yang selamat hanya mereka yang menaiki bahtera bersama Nuh.

Banjir Nuh dalam Perjanjian Baru

Perjanjian Baru yang kita dapati saat ini juga bukan sebuah kitab suci dalam arti kata yang sebenarnya. Perjanjian Baru yang terdiri dari perka-taan dan perbuatan dari Isa (Jesus), dimulai dengan empat “Injil” yang ditulis satu abad setelah keberadaan Isa, oleh orang-orang yang belum pernah melihat atau bertemu dengannya; yaitu Matius, Markus, Lukas, dan Johanes. Terdapat berbagai kontradiksi yang sangat gamblang diantara keempat gospel ini. Khususnya, Injil Johanes sangat berbeda dengan tiga injil yang lain (Injil Sinoptik), yang hingga beberapa derajat, tapi tidak sepenuhnya, saling mendukung sesamanya. Buku-buku lain dari Perjanjian Baru terdiri dari surat-surat yang ditulis oleh para murid dan Saul dari Tarsus (kemudian disebut Santo Paulus) yang menye-butkan perbuatan para murid setelah kematian Isa. Jadi, Perjanjian Baru yang terdapat saat ini bukanlah naskah suci, namun lebih merupakan buku semi-sejarah.

Dalam Perjanjian Baru, Banjir Nuh disebutkan secara singkat sebagai berikut; Nuh diutus sebagai utusan kepada sebuah masyarakat yang tidak patuh dan menyimpang, namun kaumnya tidak mau mengikutinya dan meneruskan kesesatan mereka. Oleh karena itu, Allah menimpakan banjir kepada mereka yang menolak beriman dan menyelamatkan Nuh dan para pengikutnya dengan menempatkan mereka ke dalam bahtera. Beberapa bab dari Perjanjian Baru yang berkaitan dengan hal ini adalah sebagai berikut:

Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak manusia. Sebab sebagaimana mereka pada zaman sebelum air bah itu makan dan minum, kawin dan mengawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, dan mereka tidak tahu akan sesuatu, sebelum air bah itu datang dan melenyapkan mereka semua, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak manusia.” (Matius, 24: 37-39)

“Dan jikalau Allah tidak menyayangkan dunia purba, tetapi harus menyelamatkan Nuh, pemberita kebenaran itu, dengan tujuh orang lain, ketika Ia mendatangkan air bah atas dunia orang-orang fasik.” (Petrus Kedua, 2: 5)

“Dan sama seperti terjadi pada zaman Nuh, demikian pulalah kelak halnya Anak manusia pada hari kedatangan-Nya: mereka makan dan minum, mereka kawin dan dikawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, lalu datanglah air bah dan mem-binasakan mereka semua.” (Lukas, 17: 26-27)

“…mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang memper-siapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu.” (Petrus Pertama, 3: 20)

“Mereka sengaja tidak mau tahu, bahwa oleh firman Allah langit te-lah ada sejak dahulu, dan juga bumi yang berasal dari air dan oleh air, dan bahwa oleh air itu, bumi yang dahulu telah binasa, di-musnahkan oleh air bah.” (Petrus Kedua, 3:5-6)

Penyebutan Peristiwa Banjir dalam Kebudayaan Lain

Kebudayaan Sumeria: Dewa yang bernama Enlil memberi tahu orang-orang bahwa dewa-dewa yang lain ingin menghancurkan umat manusia, namun ia berkenan untuk meyelamatkan mereka.

Pahlawan dalam kisah ini adalah Ziusudra, raja yang taat dari negeri Sippur. Dewa Enlil memberi tahu Ziusudra apa yang harus dilakukan agar selamat dari Banjir. Teks yang menceritakan pembuatan kapal tersebut hilang, namun fakta bahwa bagian ini pernah ada terungkap dalam bagian-bagian yang menyebutkan bagaimana Ziusudra diselamatkan. Begitupun berdasar-kan versi Babilonia tentang banjir, dapat disimpulkan bahwa dalam versi Sumeria yang lengkap tentulah terdapat rincian yang lebih menyeluruh tentang penyebab kejadian tersebut dan bagaimana perahu dibuat. Kebudayaan Babilonia: Ut-Napishtim adalah padanan bangsa Babi-lonia terhadap Ziusudra, pahlawan Sumeria dalam peristiwa banjir. To-koh penting yang lain adalah Gilgamesh. Menurut legenda, Gilga-mesh memutuskan untuk mencari dan menemukan para leluhurnya untuk mendapatkan rahasia kehidupan abadi. Ia diperingatkan akan berbagai bahaya dan kesulitan dalam perjalanan itu. Ia diberi tahu bahwa ia harus melakukan perjalanan melewati “pegunungan Mashu dan perairan ma-ut”; dan perjalanan seperti itu hanya pernah diselesaikan oleh dewa ma-tahari Shamash. Namun Gilgamesh menghadapi semua bahaya perjalan-an dan akhirnya berhasil mencapai Ut-Napishtim.

Naskah ini terpotong pada bagian yang menceritakan pertemuan antara Gilgamesh dan Ut-Napishtim; dan selanjutnya ketika teks dapat terbaca, Ut-Napishtim menceritakan kepada Gilgamesh bahwa “para dewa menyimpan rahasia kematian dan kehidupan bagi diri mereka sendiri” (mereka tidak akan memberikannya kepada manusia). Atas jawaban ini, Gilgamesh bertanya bagaimana Ut-Napishtim dapat mem-peroleh keabadian; dan Ut-Napishtim menceritakan kepadanya kisah banjir sebagai jawaban atas pertanyaan ini. Banjir tersebut juga dicerita-kan dalam kisah “dua belas meja “ yang terkenal dalam epik tentang Gilgamesh. Ut-Napishtim memulai dengan mengatakan bahwa kisah yang akan diceritakan kepada Gilgamesh merupakan “sesuatu yang rahasia, sebuah rahasia dari dewa-dewa”. Ia bercerita bahwa ia berasal dari kota Shurup-pak, kota tertua di antara kota-kota di daratan Akkad. Berdasarkan cerita-nya, dewa “Ea” telah memanggilnya melalui dinding kayu gubuknya dan menyatakan bahwa para dewa telah memutuskan untuk menghancurkan semua benih kehidupan dengan sebuah banjir; namun penyebab kepu-tusan mereka tidak diterangkan dalam cerita banjir Babilonia sebagai-mana halnya dalam kisah banjir Sumeria. Ut-Napishtim menceritakan bahwa Ea telah menyuruhnya membuat sebuah perahu dan ia harus membawa serta “benih-benih dari semua makhluk hidup”dengan perahu itu. Ea memberitahunya ukuran dan bentuk kapal itu; berdasarkan hal ini, lebar, panjang, dan tinggi kapal menjadi sama. Badai besar menjung-kirbalikkan segala sesuatu selama enam hari dan enam malam. Pada hari ketujuh, badai reda. Ut-Napishtim melihat bahwa di luar kapal, “semua telah berubah menjadi lumpur yang lengket”. Kapal tersebut terdampar di gunung Nisir.

Menurut catatan Sumeria-Babilonia, Xisuthros atau Khasisatra dise-lamatkan dari banjir oleh sebuah kapal yang panjangnya 925 meter, ber-sama keluarganya, teman-temannya, dan berbagai jenis burung dan bina-tang. Disebutkan bahwa “air meluap hingga ke langit, lautan menu-tupi pantai, dan sungai meluap dari tepiannya”. Dan kapal itu pun akhirnya terdampar di gunung Corydaean. Menurut catatan Asiria-Babilonia, Ubar Tutu atau Khasisatra disela-matkan bersama keluarga, pembantu, ternaknya, dan binatang-binatang liar dalam sebuah kapal yang panjangnya 600 kubit, tinggi dan lebarnya 60 kubit. Banjir tersebut berlangsung selama 6 hari dan 6 malam. Ketika kapal tersebut mencapai gunung Nizar, merpati yang dilepaskan kem-bali, sedangkan burung gagak tidak kembali.

Berdasarkan beberapa catatan Sumeria, Asiria dan Babylonia, Ut-Napishtim beserta keluarganya selamat dari banjir yang terjadi selama 6 hari dan 6 malam. Dikatakan “Pada hari ketujuh Ut-napishtim melihat keluar. Semuanya sangat sepi. Manusia sekali lagi menjadi lumpur.” Ketika kapal terdampar di gunung Nizar, Ut-napishtim mengirim ma-sing-masing seekor burung merpati, burung gagak dan burung pipit. Burung gagak tinggal memakan bangkai, sedangkan dua burung yang lain tidak kembali.

Kebudayaan India:

Dalam epik Shatapatha Brahmana dan Maha-bharata dari
India, seseorang bernama Manu diselamatkan dari banjir bersama Rishiz. Menurut legenda, seekor ikan yang ditangkap oleh Manu dan dilepaskannya, tiba-tiba berubah menjadi besar dan menyuruhnya untuk membuat sebuah perahu dan mengikatkan ke tanduknya. Ikan ini dianggap penjelmaan dari dewa Wishnu. Ikan tersebut menarik kapal mengarungi ombak yang besar dan membawanya ke utara, ke gunung Hismavat.

Kebudayaan Wales:

Menurut legenda Wales (dari Wales, wilayah Celtic di Inggris), Dwynwen dan Dwyfach selamat dari bencana besar dengan sebuah kapal. Ketika bah yang amat mengerikan yang terjadi akibat meluapnya Llynllion yang dinamai Danau Gelombang surut, mereka berdua memulai kembali kehidupan di daratan Inggris. Kebudayaan Skandinavia: Legenda Nordic Edda mengisahkan tentang Bergalmir dan istrinya yang selamat dari banjir dengan sebuah kapal besar.

Kebudayaan Lithuania:

Dalam legenda Lithuania, diceritakan bah-wa beberapa pasang manusia dan binatang diselamatkan dengan berlin-dung di puncak sebuah gunung yang tinggi. Ketika angin dan banjir yang berlangsung selama dua belas hari dan dua belas malam tersebut mulai mencapai ketinggian gunung yang hampir menenggelamkan mereka yang ada di sana, Sang Pencipta melemparkan sebuah kulit kacang raksasa kepada mereka. Mereka yang ada di gunung tersebut selamat dari bencana dengan berlayar bersama kulit kacang raksasa ini.

Kebudayaan Cina:

Sumber-sumber bangsa Cina mengisahkan ten-tang seseorang yang bernama Yao bersama tujuh orang lain, atau Fa Li bersama istri dan anak-anaknya, selamat dari bencana banjir dan gempa bumi dalam sebuah perahu layar. Dikatakan bahwa “seluruh dunia han-cur. Air menyembur dan menenggelamkan semua tempat”. Akhirnya, air pun surut.

Banjir Nuh dalam Mitologi Yunani: Dewa Zeus memutuskan untuk memusnahkan manusia yang menjadi semakin sesat, dengan sebuah banjir. Hanya Deucalion dan istrinya Pyrrha yang selamat dari banjir, karena ayah Deucalion sebelumnya telah menyarankan anaknya untuk membuat sebuah kapal. Pasangan ini mendarat di gunung Parnassis sem-bilan hari setelah menaiki kapal. Semua legenda ini mengindikasikan sebuah realitas sejarah yang konkret. Dalam sejarah, setiap masyarakat menerima risalah, setiap insan menerima wahyu suci, sehingga banyak kaum yang mengetahui peristi-wa Banjir Nuh. Sayangnya, begitu manusia berpaling dari esensi wahyu suci, catatan tentang peristiwa banjir besar pun mengalami banyak perubahan dan berubah menjadi legenda dan mitos.

Satu-satunya sumber bagi kita untuk menemukan kisah sejati tentang Nuh dan kaum yang menolaknya adalah Al Quran, yang merupakan sumber tunggal wahyu suci yang tidak mengalami perubahan. Al Quran memberi kita keterangan yang benar, tidak hanya tentang banjir Nuh, namun juga tentang pelbagai kaum dan peristiwa sejarah lainnya. Pada bab-bab berikut kita akan meninjau kembali kisah-kisah sejati ini.

WILAYAH BANJIR

Menurut temuan arkeologis, Banjir Nuh terjadi di dataran Mesopotamia. Dataran tersebut dahulunya memiliki bentuk yang berbeda. Pada diagram di samping, perbatasan dataran saat ini ditandai dengan garis putus-putus merah. Bagian luas yang besar di belakang garis merah diketahui sebagai bagian dari laut pada saat itu.

Penggalian yang dilaku-kan Sir Leonard Woolley di dataran
Mesopotamia mengungkapkan adanya lapisan lumpur-tanah liat setebal 2,5 m jauh di dalam bumi. Lapisan lumpur-tanah liat ini kemungkinan besar terbentuk oleh massa tanah liat yang terbawa oleh air bah dan, dari seluruh dunia, hanya terdapat di bawah dataran Meso-potamia. Penemuan ini menjadi bagian bukti penting bahwa Banjir tersebut hanya terjadi di dataran Mesopotamia

12 Komentar

  1. lilys said,

    malam saya mau tanyaapakah banjir yang menyeluruh itu sesuai dengan Kejadian 7-9 karena saya mau tahu bukti. thanks god bless u.

  2. ruch said,

    mungkin kita bisa salah sangka jika banjir Nuh itu sebetulnya letaknya ada disekitar kita. Sebelumnya, kayu yang dipakai untuk membuat perahu Nuh itu dari bahan yang mirip kayu Oak. Hanya saja kayu oak berwarna terang sedang yang digunakan Nuh lebih gelap. Konon satu-satunya kayu yang secara morfologi dan ketahanannya sama hanyalah kayu jati. Kayu jati hanya tumbuh di daerah tropis. Termasuk di negara kita ini umumnya mudah ditemui. Nah, konon pula daerah kita ini letaknya tidak di sini ini. Kepulauan ini belum muncul karena masih menjadi satu dengan daerah mesopotamia dan yang lainnya. Bisa dilihat dari data geologis, sepertinya letak benua-benua yang ada saat ini mestilah berbeda dengan 2000 tahun sebelum masehi. Apalagi di jaman Nuh
    mesti jauh berbeda dengan posisi benua-benua saat ini. Nah dengan kata lain, daerah negeri kita inilah yang paling spesifik mirip dengan lokasi banjir bah terjadi. Kondisi geografis juga memenuhi untuk terjadi bah…. coba kumpulkan bukti-bukti lain sambil keliling tanah air melihat bukti-bukti arkeologis maupun biologis lainnya…

  3. Sukro said,

    Alkitab dipersalahkan orang-orang tertentu sebagai Kitab yang palsu, bukan wahyu Allah, korup tidak asli lagi, dan banyak yang diubah-ubah.

    Tetapi baiklah kita berterus terang, bahwa kalau tuduhan itu datanganya dari orang-orang non-Muslim, kita masih bisa memahaminya. Namun bila mereka itu Muslim, maka, sulit untuk mencari dasar tuduhannya. Mungkin tuduhan ini jika datangnya dari kalangan Muslim, maka yang menuduh ini tentulah kurang memahami ajaran Al-Qur’an, atau terlanjur membutakan hatinya sendiri. Karena Al-Qur’an justru membenarkan Taurat dan Injil, bukan satu kali saja, tetapi berkali-kali, diantaranya adalah :

    * Al-i-‘Imran 3:3
    Dia menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil.
    http://quran.al-islam.com/Targama/DispTargam.asp?nType=1&nSeg=0&l=eng&nSora=3&nAya=3&t=ind

    * Al-Baqarah 2:41,91
    [41] Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan (Al Qur’an) yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa
    http://quran.al-islam.com/Targama/DispTargam.asp?nType=1&nSeg=0&l=eng&nSora=2&nAya=41&t=ind
    [91] Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kepada Al Qur’an yang diturunkan Allah”, mereka berkata: “Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami”. Dan mereka kafir kepada Al Qur’an yang diturunkan sesudahnya, sedang Al Qur’an itu adalah (Kitab) yang hak; yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah: “Mengapa kamu dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kamu orang-orang yang beriman?”
    http://quran.al-islam.com/Targama/DispTargam.asp?nType=1&nSeg=0&l=eng&nSora=2&nAya=91&t=ind

  4. Sukro said,

    * Al-Maidah 5:44, 46,48,68
    [44] Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.
    http://quran.al-islam.com/Targama/DispTargam.asp?nType=1&nSeg=0&l=eng&nSora=5&nAya=44&t=ind
    [46] Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi-nabi Bani Israel) dengan Isa putra Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu: Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya Kitab Injil sedang di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa.
    http://quran.al-islam.com/Targama/DispTargam.asp?nType=1&nSeg=0&l=eng&nSora=5&nAya=46&t=ind
    [48] Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,
    http://quran.al-islam.com/Targama/DispTargam.asp?nType=1&nSeg=0&l=eng&nSora=5&nAya=48&t=ind
    [68] Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikit pun hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil dan Al Qur’an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu”. Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Tuhanmu akan menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada kebanyakan dari mereka; maka janganlah kamu bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir itu.
    http://quran.al-islam.com/Targama/DispTargam.asp?nType=1&nSeg=0&l=eng&nSora=5&nAya=68&t=ind

  5. Sukro said,

    * Al-An’am 6:92
    Dan ini (Al Qur’an) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Umulkura (Mekah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya. Orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al Qur’an), dan mereka selalu memelihara sembahyangnya.
    http://quran.al-islam.com/Targama/DispTargam.asp?nType=1&nSeg=0&l=eng&nSora=6&nAya=92&t=ind

    * Yunus 10:73,94
    [73] Lalu mereka mendustakan Nuh, maka Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami jadikan mereka itu pemegang kekuasaan dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang diberi peringatan itu.
    http://quran.al-islam.com/Targama/DispTargam.asp?nType=1&nSeg=0&l=eng&nSora=10&nAya=73&t=ind
    [94] Maka jika kamu (Muhammad) berada dalam keragu-raguan tentang apa yang Kami turunkan kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca kitab sebelum kamu. Sesungguhnya telah datang kebenaran kepadamu dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu.
    http://quran.al-islam.com/Targama/DispTargam.asp?nType=1&nSeg=0&l=eng&nSora=10&nAya=94&t=ind

    * Al-‘Ankabut 29:46
    Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang lalim di antara mereka, dan katakanlah: “Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri”.
    http://quran.al-islam.com/Targama/DispTargam.asp?nType=1&nSeg=0&l=eng&nSora=29&nAya=46&t=ind

    * As-Sajda 32:23
    Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al Kitab (Taurat), maka janganlah kamu (Muhammad) ragu-ragu menerima (Al Qur’an itu) dan Kami jadikan Al Kitab (Taurat) itu petunjuk bagi Bani Israel.
    http://quran.al-islam.com/Targama/DispTargam.asp?nType=1&nSeg=0&l=eng&nSora=32&nAya=23&t=ind

  6. Sukro said,

    * Fatir 35:31
    Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al Kitab (Al Qur’an) itulah yang benar, dengan membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Mengetahui lagi Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.
    http://quran.al-islam.com/Targama/DispTargam.asp?nType=1&nSeg=0&l=eng&nSora=35&nAya=31&t=ind

    * Az-Zukhruf 43:4
    Dan sesungguhnya Al Qur’an itu dalam induk Al Kitab (Lohmahfuz) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah
    http://quran.al-islam.com/Targama/DispTargam.asp?nType=1&nSeg=0&l=eng&nSora=43&nAya=4&t=ind

    * Al-Ahqaf 46:30
    Mereka berkata: “Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al Qur’an) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus.
    http://quran.al-islam.com/Targama/DispTargam.asp?nType=1&nSeg=0&l=eng&nSora=46&nAya=30&t=ind

  7. Sukro said,

    Jadi, mubazirkah wahyu-wahyu yang membernarkan Alkitab sedemikian hebat itu?

  8. udhie said,

    ada yg blg istri nabi nuh dan anak2nya nggak ikut sama nabi nuh bisa di katakan nabi nuh selamat sendiri tanpa istei dan anaknya lantas kita hidup di dunia ini keturunan siapa donk..

  9. Mazren said,

    Isi dri surat2 yg sdr.sukro paparkan benar ada nya..kami meyakini adanya taurat zabur jg injil..tapi salah satu syarat kitab suci adalah ke akuratan juga kesamaan..taurat sudah bermetamorfosis menjadi kitab mitos,sedangkan injil banyak pertentangan antar ayat..kalau anda berminat baca buku”Tentang KeTuhanan Yesus”karya antonius muslim widuri..insya Allah mata hati anda akan melihat akan kebenaran yang hakiki..semoga Allah subhanahu wata’ala memberikan hidayah pada sdr.sukro.
    Aku akan berdoa untuk anda

  10. ahmad kusaeri said,

    mungkin fenomena banjir Nuh masih layak disebut sebagai fenomena teogenik, artinya banjir lebih disebabkan karena pembangkangan umat Nabi Nuh pada ajaran yang dibawanya. tapi masih tepatkah, dengan fenomena banjir dewasa ini? sepertinya dalam hemat penulis tidak tepat. Yang lebih tepat, sepertinya sebagai fenomena antropgenik. Yaitu, banjir terjadi karena manusia lalai terhadap lingkungan. mudah-mudahan tulisan berikut bermanfaat.
    Banjir adalah peristiwa alam berupa peningkatan debet air secara cepat dan meluap dari palungnya dan menggenangi daerah sekitarnya seara temporer. Banjir sebagai peristiwa alam, kejadiannya selalu mengikuti hukum alam atau sunnatullah
    Sebagai kejadian alam, banjir memiliki jenis dan penyebab yang berbeda. Mujiyono Abdillah (2001) mengungkapkan, ada tiga jenis banjir yang pernah dialami umat manusia yaitu; banjir sungai, banjir danau, dan banjir laut. Ketiga banjir tersebut, pada dasarnya timbul karena disebabkan oleh beberapa faktor.
    Diantara faktor penyebabnya adalah Pertama, faktor klimatologis, yakni curah hujan yang tinggi sehingga volume airnya melebihi kapasitas daerah aliran maupun penampungan air. Kedua, karena menurunnya daya serap tanah yang terjad karena tertutupnya pemukaan tanah dengan betonisasi, hutanisasi, penipisan hutan lindung, dan cepatnya pelarian air hujan karena gundulnya pepohonan dan pengelupasan permukaan tanah.
    Ketiga, karena perubahan kondisi alam karena maraknya proses reklamasi wilayah. Keempat, karena penurunan daya tampung daerah aliran maupun penampungan air, disebabkan pendangkalan oleh sampah padat. Faktor-faktor tersebut fenomenal pada benjir yang terjadi di Indonesia.
    Banjir bukanlan peristiwa baru dan asing. Banjir adalah peristiwa yang sering terjadi di berbagai tampat dan jenjang waktu. Banjir seolah telah menjadi bagian dari sejarah kehidupan. Dalam al-Qur’an terdapat tiga kisah banjir yang sengaja diabadikan Tuhan, yakni banjir pada masa Nabi Nuh As. (lihat surat Hud: 38-44), banjir pada masa Nabi Hud As. (lihat surat Hud 58-60 dan surat Fushilat : 15), dan banjir yang menimpa negeri Saba’ (lihat surat Saba’:15-16).
    Setelah mengamati faktor-faktornya, dapat ditarik benang merah, bahwa dalam setiap banjir yang terjadi di masa silam (sejarah) maupun yang terjadi dewasa ini, terlihat jelas ulah tangan manusia sebagai pemicu utamanya. Di satu sisi, manusia tidak mau menyadari takdirnya sebagai makhluk Tuhan, karenanya tidak mau tunduk kepada perintah-perintah Khalik-nya. Pada sisi lain, manusia tidak menyadari kepastian hukum alam (sunnatullah), karenannya bertindak serampangan yang selalu berlawanan dengan kepastian hukum alam.
    Akibat ketidaksadaran tersebut, timbul kesenjangan, yaitu manusia yang seharusnya mempunyai tanggung jawab moral sebagai hamba Allah dan wakil-Nya di muka bumi untuk memakmurkan bumi dan segala isinya, justru terjadi sebaliknya, yaitu manusia menjadi perusak kehidupan. Dengan kata lain, banjir terjadi karena manusia tidak menempati posisi yang semestinya dan berperan dengan selazimnya.
    Dari sini dapat ditegaskan bahwa persoalan lingkungan seperti banjir, pada dasarnya adalah persoalan moralitas. Dan solusi yang paling efektif adalah rekonstruksi dan revitalisasi nilai-nilai moral. Dari hal itu, akan berpengaruh secara teknis terhadap pola fikir dan perilakunya.
    Elemen pendidikan, adalah salah satu pihak yang diharapkan mampu memberikan konstribusi dalam revitalisasi nilai-nilai moral. Dan siswa, sebagai salah satu stakeholder pendidikan sangat penting untuk menangkap pesan-pesan moral dari peristiwa banjir yang belakangan ini marak terjadi.

    Hikmah di balik banjir
    Ternyata, di balik banjir banyak hikmah yang dapat petik. Pertama, pesan teologis. Pesan yang dimaksud adalah memperkokoh kembali hubungan manusia dengan Khalik-Nya, sebab kini manusia semakin jauh dari Tuhan-nya. Kegersangan spiritual terjadi di berbagai kalangan. Akibatnya dalam diri manusia terjadi kepanikan yang luar biasa sehingga segala perilaku dan sikapnya banyak yang tidak terkontrol.
    Kedua, pesan ekologis. Pesan yang dimaksud adalah berkaitan dengan pengelolaan lingkungan. Seperti yang tergambar dalam faktor-faktor banjir, manusia tampak menjadi penyebab yang dominan. Manusia banyak mengingkari sunah-sunah lingkungan dan alam raya yang semestinya dimakmurkan, justru menjadi lahan empuk eksplorasi manusia dalam memenuhi hasrat duniawinya belaka.
    Kedua pesan moral tersebut, jika mampu ditanamkan dalam diri siswa, maka insya Allah bukan tidak mungkin anak didik kita akan menjadi generasi penerus bangsa yang mempunyai akhlak yang luhur dan berkualitas. Bagaimana tidak berkualitas, jika seorang siswa dalam dirinya telah tertanam keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt yang kuat, maka akan mampu menampilkan pribadi-pribadi luhur yang peduli terhadap lingkungannya. Sebab unsur tauhid, ibadah, dan akhlak sangat bertautan.
    Dengan kata lain, apabila fungsi sebagai hamba Allah dapat dijalankan dengan baik; beribadah dengan tekun dan melaksanakan segala perintah-Nya, niscaya Dia-pun akan selalu memberikan keberkahan (bukan bencana) di bumi ini (lihat al-A’rof:96).
    Seterusnya, jika dalam diri anak didik kita telah tertanam kepedulian terhadap lingkungannya (ekologis), maka bukan tidak mungkin mereka juga akan selalu arif terhadap lingkungannya. Dia tidak akan membuang sampah sembarangan, tidak akan berani menebang pepohonan, dan dia pun akan senang menanam pohon untuk penghijauan.

  11. wahyu said,

    kira2 kejadiannya yang menyebabkan banjir pastilah hal yang dahsyat, bukan sekedar lingkungan. pernah dalam diskusi kami memperkirakan adanya kekuatan gaya gravitasi bumi bertemu dengan kekuatan gravitasi benda langit (misal planet lain) pada titik puncaknya menyebabkan saling tarik menarik. walau demikian yang memiliki kekuatan besar akan gravitasi tetap saja dengan pautan jarak yang cukup jauh antara masing2 benda langit (bumi juga benda langit) maka hanya mempengaruhi beberapa permukaan kulit bumi terjadi gerakan pergeseran bumi dan cekungan dan lempengan bumi yang menjadi berubah. hingga kemungkinan air laut yang tadi berada dalam lautan menjadi beraliran tak berarah menuju tempat terendah, dengan asumsi sisi permukaan laut bumi mengeluarkan isi laut kearah cekungan baru akibat saling tarik menarik gravitasi 2 benda langit. efek yang terjauh adanya pembelahan pulau2/daratan menjadi beberapa bagian. misalkan jadilah nusantara negara kepulauan atau lebih luas lagi asia dan dunia.
    tapi kalo punya usul iseng bolehkan……..????
    perhatikan bahan kayu apa yang paling kuat namun masih mempunyai toleransi terhadap kelenturan bahkan dapat dilenturkan dengan tenaga manusia dan alat bantunya yang manual (kayanya cuma jati, bukan kayu besi yang keras tapi tidak mungkin untuk bahan perahu yang harus dibentuk).
    trus…..coba lihat keterangan dari berbagai macam walau hanya sebuah film (tapikan film dokumenter yang juga dibuat dengan data seakurat mungki). disana banyak menggambarkan bahwa binatang2 yang diselamatkan oleh nabi nuh (gajah, harimau,bebek atau yang lainnya) hanya ada di daratan tropis khususnya indonesia, bukan di tanah arab yang notabene kaya minyak miskin satwa.
    kalo dibilang tanah arab dulu subur, ya cuma dipinggiran aliran sungai saja, selebihnya tidak sebab memang sudah gersang sejak jaman ibrahim (kakek yahudi,kristen dan muslim) atau kalau kurang lama waktunya coba mundur ke beberapa ratus tahun sebelumnya juga sama aja kalo tanah arab gersang.
    trus…………rasa2nya dan pas kalo nama nuh / noeh, kaya nama anak kampung dari tanah nusantara tropis dan sekitarnya. nama nuh lebih akrab ditelinga dan pantas terasa dekat dengan nama2 orang kita. diarab nama itu gak umum dehhh…..

    laluuu……..boleh dong kalo punya asumsi nabi nuh dari daratan tropis sebab islam bukan cuma punya orang yang ditanah arab. tapi juga berdasarkan temuan dilapangan. lagian juga kalo pun ada situs peninggalan nuh di kawasan arab pasti cuma cerita rakyat yang turun temurun dengan sedikt situs. kalo cuma begituan mak kita juga punya yang lebih paten, yaitu adanya tangkuban perahu yang kira2 lanjutan kisah perahu bahtera. hehehehe…… tapi terserahlah yang bener yang mana…….tapi gw yakin islam jalan benar walau literatur sudah banyak ada sebelum islam sendiri ada.

  12. Hansip Ronda said,

    Lucu juga sipenulis Banjir Nuh, mengatakan bahwa para penolak BANJIR GLOBAL adalah penentang Al-Qur’an.. hahaha hanya untuk mendukung gagasannya bahwa seluruh manusia adalah keturunan Nuh :). aslinya dia justru pendukung bible. Banjir global itu hanya bersifat lokal.. Dan ini sudah sering dibahas dan banyajk sekali dalilnya dalam Al-Qur’an..

Tinggalkan Balasan ke Sukro Batalkan balasan